Langsung ke konten utama

6 Agustus 2011

Aku seperti ditelanjangi matahari sore.
Memanggilku menenggak kemenangan diriku.
Hangatnya memberiku keyakinan untuk berani merasakan kebanggaan itu.

Sehingga mampu bersabda, wanita bukan menyerahkan jalan hidupnya kepada pria manapun. Namun melayani.

Menjadi manusia yang tau cara menikmati hidup, melepaskan setiap waktu yang berharga membiarkannya menguap melihatnya berlalu lambat.

Menjadi manusia yang mampu mengikat sinar matahari, merangkainya untuk layak menjadi tiara diatas kepalanya.

Ideal, atau pencapain. Itu tasbihnya. Walaupun ak tidak yakin itu layak dikatakan seperti itu.
Atas nama matahari sore yang menerangi sawah jawa.
Dewi Sri yang memberi makan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dimensi Kesadaran Manusia dan Waktu

Dimensi kesadaran manusia dan waktu Sebelum menyinggung dimensi kesadaran manusia, mari kita samakan persepsi makna dari WAKTU. Dimana memang tidak ada yang benar-benar mampu menelurusi, memahami dan memaparkan WAKTU. Waktu bagi saya adalah suatu linimasa yang terus dijejaki , berpacu maju dan hanya mampu di tapak tilas dalam batas awam. Dimensi kesadaran manusia memiliki lapisan yang tak dapat dihitung. Seberapa banyak lapisan dimensi yang dapat dirasakan tergantung dari setiap individunya. Namun pilot armada yang menerobos lapisan-lapisan dimensi kesaadaran dalam jagad raya diri saya tidak dapat saya identifikasi. Tidak saya kenali, pahami, apalgi untuk saya control. Saat di tengah riuh gurauan, rasanya tiba-tiba ada sebuah pesawat yang lepas landas dari Lapisan terdalam, melesat cepat menyembul diantara awan kesadaran lapisan teratas, masa realita. Seperti terbangun dari masa lalu dan berusaha mengenali keadaan sekitar. Berlalu beberapa detik kemudian melebur bersama pantulan-pantul...

untitled 2 (bandengan 28 agustus)

Aku bergerak mundur, Dengan sedikit goncangan lembut. Dengan "harta" yang kuanggap perlu ku bawa. Di tengah malam gelap kuterus menjauh dengan kapal nahkoda hatiku. Hanya dengan terang sang ayah malam, aku semakin dingin. Tanpa gemintang, biar aku pergi. Dari kelu sepi ini menuju sesuatu yang lebih hangat atau semakin dalam di kelam. (Membiarkan kamu tetap di tempatmu,tempurungmu, kebahagiaanmu)