Langsung ke konten utama

Postingan

12 Mei 2014

Memang hidup itu pilihan Memang pilihan yang kita pilih bukan takdir kita Memang takdir tidak selalu membuat kita bahagia disaat kita menjalaninya Sampai batas mana kemampuan jiwa manusia? Adakah yang mampu mengukurnya, menghindari limitasinya? Itu bagian krusial, saya rasa? Limitasi ketahanan jiwa manusia apakah berkaitan dengan kerohaniannya? Ternyata emosi yang di redam menguapkan tenaga Ternyata kenyataan yang sulit diterima menguapkan emosi Saat semua itu sudah menguap hanya air mata yang keluar tanpa tau untuk apa Mungkin berhasil menampik dan tidak mengakui yang dirasakan Tapi kita pasti tau betul ada yang tidak sehat di jiwa kita Mungkin menurut mereka yang paham, kita perlu pertolongan Tapi kita tidak pernah mengerti bagian mana dari diri kita yagn perlu di bantu
Postingan terbaru

Dimensi Kesadaran Manusia dan Waktu

Dimensi kesadaran manusia dan waktu Sebelum menyinggung dimensi kesadaran manusia, mari kita samakan persepsi makna dari WAKTU. Dimana memang tidak ada yang benar-benar mampu menelurusi, memahami dan memaparkan WAKTU. Waktu bagi saya adalah suatu linimasa yang terus dijejaki , berpacu maju dan hanya mampu di tapak tilas dalam batas awam. Dimensi kesadaran manusia memiliki lapisan yang tak dapat dihitung. Seberapa banyak lapisan dimensi yang dapat dirasakan tergantung dari setiap individunya. Namun pilot armada yang menerobos lapisan-lapisan dimensi kesaadaran dalam jagad raya diri saya tidak dapat saya identifikasi. Tidak saya kenali, pahami, apalgi untuk saya control. Saat di tengah riuh gurauan, rasanya tiba-tiba ada sebuah pesawat yang lepas landas dari Lapisan terdalam, melesat cepat menyembul diantara awan kesadaran lapisan teratas, masa realita. Seperti terbangun dari masa lalu dan berusaha mengenali keadaan sekitar. Berlalu beberapa detik kemudian melebur bersama pantulan-pantul

6 Agustus 2011

Aku seperti ditelanjangi matahari sore. Memanggilku menenggak kemenangan diriku. Hangatnya memberiku keyakinan untuk berani merasakan kebanggaan itu. Sehingga mampu bersabda, wanita bukan menyerahkan jalan hidupnya kepada pria manapun. Namun melayani. Menjadi manusia yang tau cara menikmati hidup, melepaskan setiap waktu yang berharga membiarkannya menguap melihatnya berlalu lambat. Menjadi manusia yang mampu mengikat sinar matahari, merangkainya untuk layak menjadi tiara diatas kepalanya. Ideal, atau pencapain. Itu tasbihnya. Walaupun ak tidak yakin itu layak dikatakan seperti itu. Atas nama matahari sore yang menerangi sawah jawa. Dewi Sri yang memberi makan kita.

Larasati 28 Februari 2011

Beku buku-buku jemariku Punggung ini di selimuti lembaran air yang membeku, menusuk tulang belakang. Memaksanya untuk tegak, melumpuhkan seluruh "panas hidup" ku. Di sini aku merasa nyaman. Entah menipu diri sendiri atau tidak. Paling tidak memang hanya itu yang saya rasakan di dalam kamar tidur rumah saya. Yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi saya.

Cranggang 11 Febuari

Menuliskan hingar bingar, luapan bahagia memang sulit untuk saya, ketika masam, berlempung, gelap dan semu, neurotikku menggugah ruas buku-buku jariku membangun kerajaan asa dalam rangkaian kata. Bukan atas keinginanku juga, seperti melaksanakan titah raja, itu yangg diperbuat jemariku atas kuasa entah bisa disebut apa. Tercipta bukan atas kuasa, Namun entah bisa disebut apa.

Abaikan

sekarang, dimata saya, coffee shop lebih sebagai living room bagi pengunjungnya. Tidak lagi sajiannya namun tempat kasual yang dipergunakan hanya bersantai melepas lelah. Di sini (oupss.. yap, saya di sini, di sekotak coffee shop, memandang lalu lalang kendaraan jalan utama)di meja sekitar saya ada pria yang sibuk dengan gadget-gadget nya. Ada sales asuransi di pojok ruangan yang sedang menebar gambaran masa depan manis kepada dua pria yang duduk berbagi meja dengannya. Ada 3 laki-laki berkelakar dengan meja penuh makanan dan minuman dengan saling mempertunjukan kehebatan materi masing-masing. Ada ibu-ibu dan bapak-bapak dengan pakaian rapi, yang entah sedang berselingkuh atau hanya kurang kerjaan, yang baru saja melewati saya menuju mobilnya dengan garis celana dalam terlihat jelas dari celana formilnya yang ketat. Ada 2 perempuan remaja terlihat ragu-ragu menuju coffee shop,hmm.. bagaimana saya menggambarkannya, mungkin sepertI KIMCIL (berdasarkan pemahaman yang saya tangkap dari pen