Langsung ke konten utama

RIUH MEMBUNGKUS KESEPIAN

Aku ini seekor burung Paradisaeidae.
Gemulai dengan liuknya.
Dengan bulu-bulu indah.
Mampu terbang tinggi, melewati awan dengan kelembutan namun tegas.

Kulewati awan,
Kumampu membuat awan bersemu menurunkan keceriaan di bawah sana.
Kulewati awan selanjutnya,
Pelangipun muncul menyapaku mengundang mahluk-mahluk berkumpul dan tersenyum.

Ku terus terbang menuju pulau harapan.
Dengan keyakinan dan deru semangat.
Di sepanjang langit yang sepi ku selalu menyadari itu.
Cawan kristal yang dirakit menjadi hidupku, ku rasakan penuh.
Penuh hanya dengan debu, dengan desir kelabu, kosong dari yang kumau mau.

Komentar

  1. halo burung surga.

    hahahaha
    lama tak k sni saya.

    BalasHapus
  2. heheh udah lama ngak buat tulisan juga mbong., payah ni aku., hehe,.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dimensi Kesadaran Manusia dan Waktu

Dimensi kesadaran manusia dan waktu Sebelum menyinggung dimensi kesadaran manusia, mari kita samakan persepsi makna dari WAKTU. Dimana memang tidak ada yang benar-benar mampu menelurusi, memahami dan memaparkan WAKTU. Waktu bagi saya adalah suatu linimasa yang terus dijejaki , berpacu maju dan hanya mampu di tapak tilas dalam batas awam. Dimensi kesadaran manusia memiliki lapisan yang tak dapat dihitung. Seberapa banyak lapisan dimensi yang dapat dirasakan tergantung dari setiap individunya. Namun pilot armada yang menerobos lapisan-lapisan dimensi kesaadaran dalam jagad raya diri saya tidak dapat saya identifikasi. Tidak saya kenali, pahami, apalgi untuk saya control. Saat di tengah riuh gurauan, rasanya tiba-tiba ada sebuah pesawat yang lepas landas dari Lapisan terdalam, melesat cepat menyembul diantara awan kesadaran lapisan teratas, masa realita. Seperti terbangun dari masa lalu dan berusaha mengenali keadaan sekitar. Berlalu beberapa detik kemudian melebur bersama pantulan-pantul...

untitled 2 (bandengan 28 agustus)

Aku bergerak mundur, Dengan sedikit goncangan lembut. Dengan "harta" yang kuanggap perlu ku bawa. Di tengah malam gelap kuterus menjauh dengan kapal nahkoda hatiku. Hanya dengan terang sang ayah malam, aku semakin dingin. Tanpa gemintang, biar aku pergi. Dari kelu sepi ini menuju sesuatu yang lebih hangat atau semakin dalam di kelam. (Membiarkan kamu tetap di tempatmu,tempurungmu, kebahagiaanmu)