Langsung ke konten utama

Postingan

Badui

Ngak kebayang kalau ternyata pengalaman ke desa suku badui itu jadi pengalaman hidup yang sangat berharga dan keren banget.  Di tahun 2024 ini masih ketemu orang yang baru tau apa itu suku badui dan terpukau sama cerita ada desa suku badui di Banten.  Dimanaa... aku pernah ke desa suku Badui Luar dan bahkann.. menginap 1 malam di desa suku Badui Dalam saat SMA, di kira-kira tahun 2005.  Saat itu di SMA, acara study etnografi seperti itu bukan hal yang luar biasa, bersinggungan dengan alam juga bukan hal yang mewah. Kita berkumpul di pagi hari di sekolah dengan bawa tas ransel untuk persiapan menginap, di saat itu HP belum terlalu familiar walaupun HP dengan kamera sudah mulai banyak di jaman itu. Namun entah kenapa, ga ada memory tersisa pernah ambil foto saat trip tersebut.  Perjalanan dari sekolah sampai ke parkiran dekat Badui Luar terasa seperti perjalanan dari Jakarta ke luar kota terdekat yang sering dilakukan warga saat itu, seperti Jakarta ke Puncak, Jakarta ke Bogor, Jakarta k
Postingan terbaru

Hi.. I come back.

 Tetiba inget punya blogspot ini.  Dimana belakangan ini juga ingat punya pengalaman-pengalaman yang sepertinya ga bisa dirasain ulang, sayangnya ga ada dokumentasi yang bisa mempertahankan memori itu, walau katanya ada core memory, namun nyatanya semakin blury.  Maka, coba kita gunakan kembali blogspot ini untuk menuangkan memory-memory lalu yang mulai memudar agar masih bisa dinikmati di masa tua, karena takut yang saat tua lupa apa yang pernah dijalani. Di saat hampir 35 tahun ini aja, bisa mengingat segelintir memory kocak, menawan, memukau aja bisa naikin mood and bikin happy. Jadi, kayakknya sih.. kalau ternyata di masa tua hidup makin boring, baca tulisan-tulisan ini bisa ngankat semangat. Jadi, aku akan tulis apa yang ku ingat secara random dan tanpa alur tertentu.

12 Mei 2014

Memang hidup itu pilihan Memang pilihan yang kita pilih bukan takdir kita Memang takdir tidak selalu membuat kita bahagia disaat kita menjalaninya Sampai batas mana kemampuan jiwa manusia? Adakah yang mampu mengukurnya, menghindari limitasinya? Itu bagian krusial, saya rasa? Limitasi ketahanan jiwa manusia apakah berkaitan dengan kerohaniannya? Ternyata emosi yang di redam menguapkan tenaga Ternyata kenyataan yang sulit diterima menguapkan emosi Saat semua itu sudah menguap hanya air mata yang keluar tanpa tau untuk apa Mungkin berhasil menampik dan tidak mengakui yang dirasakan Tapi kita pasti tau betul ada yang tidak sehat di jiwa kita Mungkin menurut mereka yang paham, kita perlu pertolongan Tapi kita tidak pernah mengerti bagian mana dari diri kita yagn perlu di bantu

Dimensi Kesadaran Manusia dan Waktu

Dimensi kesadaran manusia dan waktu Sebelum menyinggung dimensi kesadaran manusia, mari kita samakan persepsi makna dari WAKTU. Dimana memang tidak ada yang benar-benar mampu menelurusi, memahami dan memaparkan WAKTU. Waktu bagi saya adalah suatu linimasa yang terus dijejaki , berpacu maju dan hanya mampu di tapak tilas dalam batas awam. Dimensi kesadaran manusia memiliki lapisan yang tak dapat dihitung. Seberapa banyak lapisan dimensi yang dapat dirasakan tergantung dari setiap individunya. Namun pilot armada yang menerobos lapisan-lapisan dimensi kesaadaran dalam jagad raya diri saya tidak dapat saya identifikasi. Tidak saya kenali, pahami, apalgi untuk saya control. Saat di tengah riuh gurauan, rasanya tiba-tiba ada sebuah pesawat yang lepas landas dari Lapisan terdalam, melesat cepat menyembul diantara awan kesadaran lapisan teratas, masa realita. Seperti terbangun dari masa lalu dan berusaha mengenali keadaan sekitar. Berlalu beberapa detik kemudian melebur bersama pantulan-pantul

6 Agustus 2011

Aku seperti ditelanjangi matahari sore. Memanggilku menenggak kemenangan diriku. Hangatnya memberiku keyakinan untuk berani merasakan kebanggaan itu. Sehingga mampu bersabda, wanita bukan menyerahkan jalan hidupnya kepada pria manapun. Namun melayani. Menjadi manusia yang tau cara menikmati hidup, melepaskan setiap waktu yang berharga membiarkannya menguap melihatnya berlalu lambat. Menjadi manusia yang mampu mengikat sinar matahari, merangkainya untuk layak menjadi tiara diatas kepalanya. Ideal, atau pencapain. Itu tasbihnya. Walaupun ak tidak yakin itu layak dikatakan seperti itu. Atas nama matahari sore yang menerangi sawah jawa. Dewi Sri yang memberi makan kita.

Larasati 28 Februari 2011

Beku buku-buku jemariku Punggung ini di selimuti lembaran air yang membeku, menusuk tulang belakang. Memaksanya untuk tegak, melumpuhkan seluruh "panas hidup" ku. Di sini aku merasa nyaman. Entah menipu diri sendiri atau tidak. Paling tidak memang hanya itu yang saya rasakan di dalam kamar tidur rumah saya. Yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi saya.